Rabu, 07 September 2011

LITERASI















LITERASI
Oleh Dede Nurrosyid

Daftar tulisan

Peran Penting Literasi

Literasi Situasi



Peran Penting Literasi


Tanggal 8 September diproklamirkan sebagai Hari Literasi Sedunia (International Literacy Day) oleh UNESCO (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan) pada 17 November 1965. Hari Literasi Sedunia atau disebut juga Hari Aksara Internasional pertama kali dirayakan pada 8 September 1966.

Selain menjadi ajang peringatan setiap tahun, Hari Literasi Sedunia juga memiliki agenda perayaan setiap 10 tahun yang dikenal sebagai Dekade Literasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Dekade Literasi tersebut mulai ditetapkan pada 1 Januari 2003. Majelis Umum PBB menyambut Rencana Aksi Internasional (International Plan of Action) pada setiap Dekade Literasi dan memutuskan agar UNESCO mengambil peran mengkoordinasi aktivitas-aktivitas pada setiap tingkat internasional dalam kerangka dekade tersebut.

 
Tujuan dari perayaan Hari Literasi Sedunia adalah untuk menyoroti peran penting literasi bagi individu, kelompok orang, dan masyarakat. Pada Hari Literasi Sedunia yang diperingati tiap tahun, UNESCO mengingatkan masyarakat dunia tentang keadaan literasi dan pembelajaran orang dewasa di seluruh dunia.

Berdasarkan data UNESCO, sekitar 776 juta orang dewasa kurang memiliki kemampuan/kecakapan (skill) literasi minimum; satu dari lima orang dewasa masih tidak literat (iliterat) dan dua pertiga dari mereka adalah perempuan; 75 juta anak-anak keluar dari sekolahnya dan lebih banyak yang tidak rutin bersekolah atau drop out.

Berdasarkan Laporan Monitoring Global Pendidikan untuk Semua (2008) dari UNESCO, Asia Selatan dan Barat memiliki daerah tingkat literasi orang dewasa paling rendah (58,6%), diikuti oleh Afrika sub-Sahara (59,7%), dan Negara Arab (62,7%). Negara-negara dengan tingkat literasi paling rendah di dunia adalah Burkina Faso (12,8%), Nigeria (14,4%) dan Mali (19%). Sebuah laporan menunjukkan hubungan yang jelas antara iliterasi dan negara-negara dengan kemiskinan parah, dan antara iliterasi dan pandangan rendah terhadap anak perempuan (prejudice against women).


Di Indonesia, faktor budaya menjadi penyebab dominasi perempuan buta huruf. Faktor kemiskinan membuat orang tua harus memilih. Dalam hal ini, anak laki-laki memiliki kesempatan lebih besar untuk meneruskan pendidikan daripada anak perempuan. Hal itu disebabkan adanya pandangan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi. Itulah kenapa angka melek huruf perempuan di bawah laki-laki.

Literasi secara sederhana diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis, juga kemampuan untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan perkembangan zaman, literasi tidak hanya berkenaan dengan membaca tekstual tetapi lebih pada menangkap makna yang tersirat, sehingga mampu bersikap berdasarkan pemahaman. Seseorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya. Dari sinilah pemahaman literasi (literacy) ditingkatkan dari sekadar melek abjad (alphabet literacy) menjadi melek situasi (situation literacy) atau mampu memahami situasi.


Literasi adalah hak azasi manusia, alat pemberdayaan personal, dan cara untuk membangun manusia dan masyarakat. Literasi merupakan jantung pendidikan dasar untuk semua, dan penting untuk memberantas kemiskinan, perluasan kesempatan pekerjaan, peningkatan kesetaraan laki-laki dan perempuan, peningkatan kesehatan keluarga, perlindungan lingkungan hidup, penggalakan keikutsertaan rakyat dalam proses demokratisasi, dan memastikan keberlangsungan pembangunan dan perdamaian.

Literasi penting bagi pemerolehan keterampilan hidup, baik bagi anak-anak, pemuda, maupun orang dewasa, sehingga mereka dapat mengatasi tantangan yang dihadapi dalam hidup mereka dan merupakan langkah pokok dalam pendidikan dasar, yang merupakan faktor yang sangat diperlukan untuk bisa berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat dan ekonomi abad ke-21. Dengan kata lain, literasi adalah prasyarat untuk memperoleh berbagai kemampuan dalam belajar agar siapa pun dapat mencari, memperoleh, menggunakan, dan mengelola informasi untuk meningkatkan mutu hidupnya.

***
Penulis
DEDE NURROSYID
Penulis/editor artikel sains dan teknologi

Literasi Situasi

Literasi secara sederhana diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis, juga kemampuan untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan perkembangan zaman, literasi tidak hanya berkenaan dengan membaca tekstual tetapi lebih pada menangkap makna yang tersirat sehingga mampu bersikap berdasarkan pemahaman. Dari sini pemahaman literasi ditingkatkan dari sekadar melek abjad (alphabet literacy) menjadi melek situasi (situation literacy) atau mampu memahami situasi.



Pengertian literasi situasi (kemampuan memahami situasi) muncul karena dalam setiap kejadian selalu ada berbagai faktor yang menjadi bahan pertimbangan untuk bersikap. Penerapan literasi situasi penting karena akan mengembangkan pemikiran kritis. Literasi situasi memengaruhi cara seseorang untuk menimbang dan memutuskan yang hasilnya berpengaruh langsung pada kehidupan nyata sehari-hari.


Literasi situasi dapat membuka perspektif seseorang terhadap sebuah kondisi dari sudut positif maupun negatif. Keputusan yang diambil berdasarkan perspektif itu hampir selalu memberi manfaat khusus bagi orang tersebut. Dari sinilah pentingnya kemampuan untuk melihat berbagai faktor atau sudut pandang yang ada pada setiap kondisi.
 
Latihan untuk mengembangkan literasi situasi dapat dilakukan melalui literatur yang memuat berbagai narasi dan persoalan/masalah. Di sekolah, latihan untuk mencapai literasi situasi dapat dilakukan oleh guru ketika membimbing siswanya keterampilan membaca dan memahami bacaan. Siswa dapat didorong untuk selalu berpikir kritis melalui latihan menganalisis lima W (who, what, where, when, why) dan satu H (how) terhadap bacaan. Siswa juga dapat diajak bertukar pendapat tentang situasi fiksi dari literatur yang sedang dipelajari.

Penerapan literasi situasi pada literatur akan mengasah keterampilan siswa untuk membuat keputusan positif dan efektif tentang situasi di dunia nyata. Selain memberi banyak pengetahuan, literatur juga memberi tempat untuk praktik literasi, pemahaman kritis, dan pemikiran kritis.

Literasi situasi juga dapat diterapkan oleh guru ketika menghadapi berbagai persoalan dari siswa. Sebagai contoh kasus adalah ketika seorang guru menghadapi siswa yang terlambat. Menghadapi kasus yang demikian, guru harus memahami dan sadar bahwa siswa itu melanggar peraturan sekolah. Guru kemudian harus mengidentifikasi faktor-faktor penting apa saja yang ada dalam kejadian tersebut. Hasil identifikasi ini tergantung dari isu yang menjadi minat dan perhatian guru. Dalam kasus ini, isu yang menjadi perhatian guru adalah tanggung jawab siswa terhadap keterlambatannya datang ke sekolah, bukan hukuman yang pantas diberikan.


Langkah berikutnya yang harus dilakukan guru adalah bagaimana mengambil keputusan atas kejadian itu berdasarkan identifikasi guru mengenai tanggung jawab siswa terhadap keterlambatannya. Katakanlah, siswa tersebut berasal dari keluarga kurang mampu, dan guru tahu bahwa siswa tersebut tiap malam harus menjaga warung keluarganya. Berdasarkan pertimbangan bahwa siswa tersebut harus menyeimbangkan kegiatan sekolah, kehidupan sosial, dan keharusan bekerja maka guru menyimpulkan bahwa siswa mungkin amat letih. Berdasarkan kesimpulan tersebut, guru mengizinkan siswa tersebut untuk mengikuti pelajaran. Keputusan guru terhadap siswa yang terlambat tersebut merupakan suatu gambaran praktik literasi situasi.

***
Penulis
DEDE NURROSYID
Pengajar dan pengurus bimbingan belajar Progressive Private Centre
  













(gorillaartfare.com)

 

Tidak ada komentar:

Pilihan